Masih hangat dalam ingatan kita, akhir tahun 2018 lalu Konferensi Internasional SETI yang ketiga baru saja digelar, dan diramaikan dengan banyaknya institusi dan lembaga di ranah Space Science bergabung serta berbagi pengetahuan.
Tahun ini merupakan kali keempat, sebuah perhelatan dan pertemuan antara dunia seni dan Space Science, SETI (Search for Extra-Terrestrial Intelligence) digelar oleh sebuah lembaga non-profit yang bernama ISSS (Indonesia Space Science Society) bersama v.u.f.o.c lab yang selalu diadakan di kota yogyakarta sejak tahun 2016. Pada saat itu untuk pertama kalinya sebuah platform yang bernama SETI ini berhasil mengumpulkan banyak pakar dan ilmuwan di bidang space science dan space exploration berbagai lembaga penting dari beberapa negara. Payung yang menaungi kegiatan dan platform ini adalah HONF Foundation, sebuah laboratorium yang bekerja dan berkarya di bidang seni, teknologi, sains, dan masyarakat ini selalu mengedepankan inovasi dan sangat aktif mengembangkan kolaborasi antar lembaga, universitas, dan komunitas-komunitas kreatif di Indonesia.
SETI bertujuan untuk membantu meningkatkan minat masyarakat terhadap Space Science, dan Astronomi serta turunannya, termasuk Astrophysics, dan Astrobiology dengan harapan Indonesia akan semakin mempunyai percepatan kemajuan ilmu pengetahuan yang kuat khususnya terhadap ilmu antariksa di masyarakat secara luas.
Tahun ini International SETI Conference #04 2019 akan bekerja sama dengan Lembaga Indonesia Prancis, IFI – LIP, Kedutaan Besar Perancis, serta dengan Program Doktor Kajian Budaya (S3), Kajian Seni dan Masyarakat, Universitas Sanata Dharma (USD), Yogyakarta pada tanggal 20 – 21 Juli 2019. Bertepatan juga tahun ini adalah peringatan 20 tahun HONF Foundation yang akan menggelar rangkaian acara dan program special sepanjang tahun 2019.
Tahun ini, pada Juli nanti SETI akan mengundang para pembicara yang sangat ahli di bidang Aerospace maupun Astrofisika, termasuk : Ilham Habibie (The Habibie Center), Premadi W. Premana (Institut Teknologi Bandung – ITB dan Observatorium BOSSCHA), Yusuke Murakami (MARS Society), dan salah satu pakar dari LAM (Laboratoire d’Astrophysique de Marseille), yakni Frederic Zamkotsian.
Yang menarik adalah akan digelarnya sebuah deklarasi platform baru bernama : “Indonesia UFO Network”, yakni sebuah wadah untuk bertemunya semua komunitas dan periset dibidang ET, UFO, SETI, dan Space Art pada umumnya. Dalam deklarasi ini rencananya akan dicanangkan pula pada tanggal 21 Juli sebagai “Hari UFO Nasional” sebagai hari dimana akan dilakukan secara berkala presentasi dari hasil-hasil riset dan penelitian dari berbagai komunitas dan institusi dalam bidang Space Science dan Space Exploration.
Apa itu ISSS (Indonesia Space Science Society)
ISSS (Indonesia Space Science Society) untuk pertama kali pada tahun 2014 digagas oleh Venzha Christ, direktur dari institusi bernama HONF Foundation, lembaga nirlaba yang bergerak di bidang seni dan teknologi sejak tahun 1999, yang pada saat itu dirasa kurangnya sebuah infrastruktur dan platform yang nyata dan bisa hadir dekat dengan masyarakat untuk mengetahui serta mempelajari Space Science dan Space Exploration di Indonesia secara mudah dan sederhana serta wadah untuk bertemu antar disiplin serta saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Kemudian pada tahun 2015 bersama dengan Yudianto Asmoro dan Bayu Bawono mereka memberanikan diri untuk membuat satu platform yang bisa berkontribusi bagi pengembangan serta kolaborasi antara seni dan Space Science.
Pada tahun 2016, disaat Venzha Christ dipilih untuk menjadi commision artist pada ArtJog 2016, mereka sekali lagi memberanikan diri untuk membuat sebuah International Conference, yang mereka beri nama SETI (Search for Extra-Terrestrial Intelligence). Sejak digelar kali pertama pada 2016, serta kali kedua pada tahun 2017, ISSS (Indonesia Space Science Society) sudah mampu untuk mengundang pembicara dan pemateri serta berkolaborasi dengan banyak nama dan lembaga-lembaga penting serta universitas, seperti dari JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency), LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), ITB (Institut Teknologi Bandung), TNO (Thai National Observatory), BOSSCHA Observatory (Observatorium Bosscha), NARIT (National Astronomical Research Institute of Thailand), ISAS (Institute of Space and Astronautical Science), dan lain lain. Scientist dan Astronomer penting dari Indonesia yang banyak men-support institusi ini adalah : Ilham A. Habibie, Premana W. Premadi, dan Gunawan Admiranto.
Pada perkembangannya, SETI semakin dikenal dan tergolong sangat progresif untuk menjalin hubungan serta kolaborasi dengan banyak lembaga penting dari berbagai negara di area Space Science dan Space Exploration. Kolaborasi dan riset-riset yang dilakukan bersama dengan banyak lembaga terkemuka dunia, seperti : CEOU – Center for Exploration of the Origin of the Universe, Korea, LAM – The Laboratoire d’Astrophysique de Marseille, Perancis, SCASS – Sharjah Center for Astronomy and Space Science, Uni Emirat Arab (UAE), IANCU – Institute Of Astronomy, Taiwan, NASA – National Aeronautics and Space Administration, Amerika, ELSI – Earth Life Science Institute, Jepang, IRAM – International Research Institute for Radio Astronomy, Institut de Radioastronomie Milimetrique, Perancis, dan masih banyak lagi lainnya.
Perpaduan antara Seni dan Space Science
Banyak riset, kolaborasi, serta penelitian yang sudah dilakukan oleh Venzha Christ bersama dengan ISSS (Indonesia Space Science Society) dan v.u.f.o.c lab yang secara berkala terus dipresentasikan dan dibagikan kepada masyarakat luas khususnya di indonesia. Dunia Antariksa dan Space Science masih sangat minim peminat, jika dikomparasikan atau dibandingkan dengan jumlah populasi (penduduk) yang ada di Indonesia, juga kita masih sangat jauh tertinggal jika ditilik dari lembaga pendidikan yang mempunyai jurusan Astronomi atau Space Science.
Perkembangan seni dan teknologi di Indonesia sudah bisa dikatakan mencapai banyak progress yang cenderung positif tapi tentu saja masih jauh tertinggal dengan banyak negara lain, dan itu sudah seharusnya menjadi tanggung jawab kita sebagai insitusi dan lembaga serta komunitas yang bekerja dalam area yang sama untuk terus aktif menciptakan inovasi dan turut serta meningkatkan kerjasama dengan banyak pihak terkait. Pun juga Space Science sangat tidak bisa dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Sebaliknya, sejalan dengan pertumbuhan peradaban manusia yang kehidupannya tak lepas dari berbagai fenomena alam, seiring itu pula perkembangan dunia Astronomi dan Space Science terus berkembang.
Terkadang kita sebagai audience lupa bahwa secara tidak sadar kita sudah banyak merasakan dan terjadi keterlibatan langsung dengan banyak hal yang berhubungan dengan Astronomi. Jika kita menilik dari kata Astronomi saja misalnya, Astronomi yang secara etimologi berarti ilmu bintang, adalah ilmu yang melibatkan pengamatan dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar bumi dan atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul, evolusi, sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit. Tapi efek dari pengamatan tersebut juga mempunyai kecenderungan untuk kembali lagi melihat fenomena-fenomena apa yang terjadi di bumi untuk dipelajari dan dianalisa berdasarkan apa yang terlihat di langit.
Seni yang sudah ada dalam setiap lini kehidupan kita sebagai masyarakat dan berbagai aktifitas kita sebagai manusia, sangat tidak mungkin dipisahkan dari pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi. Astronomi dan Space Science adalah salah satu hal utama dalam proses pencapaian kemajuan peradapan manusia yang kita miliki saat ini. Peradaban tidak bisa terlepas dari akar budaya dan kegiatan berkesenian yang mengitarinya, yang sejak dari awal mula manusia sudah menuangkan berbagai gagasan serta ide- ide cemerlangnya melalui bidang seni dan budaya demi untuk kemajuan sebuah peradaban di bumi.
Harapan dan Tantangan bidang Astronomi dan Space Science di Indonesia
Keprihatinan selalu muncul dalam diri Venzha ketika melihat banyaknya ilmuwan dan scientist Indonesia yang jenius lebih memilih bekerja di luar negeri dari pada di Indonesia. Diakuinya memang masih sedikit fasilitas yang memadahi di setiap institusi sains Indonesia. Ketika berkunjung ke gedung-gedung institusi yang memfasilitasi ilmu sains di Indonesia misalnya, hanya terlihat beberapa instrumen sederhana atau kurang mencerminkan sebuah institusi sains pada umumnya. Pemandangan yang sangat berbeda dengan laboratorium sains di berbagai negara, hasil inovasi dan explorasi ditampilkan dan terpajang dengan baik, terawat, serta terdeskripsikan dengan apik, serta sangat layak untuk dikunjungi oleh masyarakat luas, seperti misalnya beberapa miniatur seperti roket dan pesawat, mesin, sejarah pengembangannya, urutan terciptanya, atau bahkan hal sesederhana bagaimana menggambarkan sebuah galaxy.
Teknologi yang dihasilkan pun sangat tertinggal dengan negara lain. Venzha memprediksi ketertinggalan ilmu sains Indonesia dengan negara maju adalah kurang lebih 30 tahun. Maka sepulangnya dari MDRS (Mars Desert Research Station), dia bergegas mengunjungi SETI pusat yang bernama SETI INSTITUTE dan juga Carl Sagan Center (CSC) di California, Silicon Valley, Mountain View, berdekatan dengan area NASA AMES, untuk mendiskusikan analisa dan pelatihan MDRS nya bersama dengan Sheth Shostak, Direktur SETI Research.
“Kemudian balik ke Los Angeles, tepatnya berkunjung ke SpaceX. Itu perusahaan Space Agency semacam NASA tapi swasta yang digawangi Elon Musk. Setelah semua hasil riset terdata, setibanya di tanah air saya langsung ke LAPAN yang ada di berbagai tempat, dan kemudian para peneliti di LAPAN membuka kemungkinan-kemungkinan kolaborasi atau semacam kerjasama yang bersifat membangun sinergi bersama untuk pengembangan di bidang Space Science bagi masyarakat secara luas. Pada event SETI kali inipun, peneliti LAPAN akan kesini lagi untuk membicarakan proyek kami,” kata Venzha.
Tahun ini kami juga sudah melengkapi daftar kunjungan dan perjalanan riset kami ke : KEK (KouEnerugii kasokukiKenkyukiko), J-PARC (Japan Proton Accelerator Research Complex), MLF (Material and Life Science Experimental Facility), and KAVLI IPMU (KAVLI Intsitute for the Physics and Mathematics of the Universe) untuk menjadi kandidat calon pembicara dan kolaborator program SETI di masa mendatang.
Konferensi SETI ini diadakan setiap tahun dan kami dari HONF Foundation akan selalu terus mengundang masyarakat secara luas untuk datang dan turut berdiskusi serta berbagi bersama dengan para ahli dan pakar di bidangnya. SETI telah memberi dampak yang nyata bagi perkembangan Space Science dan Space Exploration di Indonesia pada umumnya. Keterlibatan banyak ilmuwan dan periset di bidang Astronomi dan Space Science yang kami undang sebagai pembicara dan penanggap bisa menjadi parameter dan nantinya bakal bisa terukur dengan jelas, serta akan turut berkontribusi aktif untuk terciptanya keselarasan dan keseimbangan antara perkembangan peradaban manusia di bumi dan pencapaian-pencapaian di bidang Astronomi dan Space Science secara simultan. v.u.f.o.c lab dan HONF Foundation berharap akan tercipta energi baru dan kelompok-kelompok kreatif baru yang menekuni bidang interdisipliner Seni, Astronomi, dan Space Science ke depannya, agar kekayaan kultural dan keberagaman pengetahuan budaya leluhur kita sebagai bangsa yang kaya ini tetap terjaga dan mampu terus bersaing dengan bangsa lain untuk mengejar ketertinggalan kita.